jemarisakato.org, Padang - Bencana tidak hanya menghancurkan infrastruktur, memutus akses jalan, atau merobohkan rumah. Di balik kepanikan dan kekacauan, ada krisis lain yang sering luput dari perhatian yaitu kesehatan reproduksi.
Indonesia adalah negara yang rawan bencana seperti gempa bumi, tsunami, banjir, dan wabah penyakit. Setiap kali krisis terjadi, kehidupan masyarakat terguncang. Namun di tengah hiruk-pikuk penanganan korban dan distribusi bantuan, kebutuhan dasar terkait kesehatan reproduksi sering kali terpinggirkan. Padahal, dampaknya bisa sangat fatal terutama bagi kelompok rentan.
Mengapa Kesehatan Reproduksi Penting Saat Krisis
Kesehatan reproduksi bukan sekadar isu tambahan. Ia adalah kebutuhan dasar yang menentukan hidup dan mati. Saat akses layanan medis terputus, risiko yang muncul sangat besar:
Kelompok rentan semakin terancam. Bayi baru lahir, ibu hamil, ibu menyusui, remaja, perempuan usia subur, lansia, hingga orang dengan HIV/AIDS adalah kelompok yang paling terdampak.
Kematian ibu dan bayi meningkat. Sekitar 15-20% kehamilan berpotensi mengalami komplikasi. Dalam situasi darurat, minimnya layanan obstetri darurat memperbesar risiko kematian ibu dan bayi.
Kekerasan seksual melonjak. Data menunjukkan 1 dari 4 perempuan Indonesia mengalami kekerasan dalam situasi krisis. Kasus perkosaan anak di pengungsian yang diangkat dalam simulasi penanggulangan bencana menunjukkan betapa nyata ancaman ini.
Kehamilan tidak diinginkan dan penyakit menular seksual. Terbatasnya layanan kontrasepsi mendorong meningkatnya kehamilan tidak direncanakan dan praktik aborsi tidak aman. Penurunan standar layanan kesehatan juga memperbesar risiko penularan HIV dan IMS.
Trauma psikososial berkepanjangan. Dari stigma, depresi, hingga keterpurukan ekonomi, dampak kesehatan reproduksi yang terabaikan bisa menghantui korban bertahun-tahun.
Mengabaikan kesehatan reproduksi berarti membiarkan jutaan nyawa terutama yang paling rentan terjerumus dalam krisis kedua setelah bencana itu sendiri.
PPAM Sebagai Kerangka Strategis yang Menyelamatkan Nyawa
Untuk menjawab tantangan tersebut, Indonesia telah mengadaptasi Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Kesehatan Reproduksi sesuai standar internasional. PPAM berisi sembilan komponen utama yang harus segera dijalankan saat krisis:
Koordinasi layanan kesehatan reproduksi dalam bencana.
Pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender.
Pencegahan HIV dan IMS.
Layanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
Pencegahan kehamilan tidak diinginkan melalui layanan KB darurat.
Kesehatan reproduksi remaja.
Layanan kesehatan dasar balita.
Layanan kesehatan lansia.
Integrasi ke layanan kesehatan dasar pasca krisis.
Langkah ini bukan hanya prosedur teknis melainkan penyelamatan nyawa. Dari ketersediaan dignity kits untuk perempuan, alat kontrasepsi, hingga perawatan obstetri darurat semua menjadi kebutuhan mendesak yang tidak bisa ditunda.
Koordinasi Menjadi Kunci di Tengah Kekacauan
Sejak 2014, Indonesia mengadopsi sistem klaster dalam penanggulangan bencana dengan sub-klaster kesehatan reproduksi sebagai bagian penting dari klaster kesehatan. Keberhasilan sistem ini bergantung pada koordinasi yang jelas dan melibatkan pentahelix yaitu pemerintah, organisasi profesi, NGO, akademisi, dunia usaha, serta komunitas.
Prinsip utamanya adalah:
Kepemimpinan yang jelas. Sub-klaster harus dipimpin dengan struktur yang solid.
Kemitraan multisektor. Kolaborasi lintas lembaga mencegah tumpang tindih dan memastikan layanan sampai ke lapisan terdalam masyarakat.
Berbagi informasi dan advokasi. Data cepat dan akurat soal kebutuhan kesehatan reproduksi wajib menjadi bagian dari Rapid Health Assessment .
Perencanaan dinamis. Rencana di atas kertas harus fleksibel menghadapi realitas lapangan yang kerap berubah.
Koordinasi bukan sekadar formalitas tetapi penentu apakah layanan akan benar-benar berjalan saat ribuan orang terpaksa mengungsi dan bergantung pada bantuan.
Menjaga Martabat dan Menyelamatkan Nyawa
Kesehatan reproduksi adalah soal hak asasi, martabat, dan keberlangsungan hidup. Dalam bencana, menyelamatkan nyawa tidak hanya berarti menarik korban dari reruntuhan tetapi juga memastikan ibu melahirkan dengan aman, bayi mendapatkan perawatan layak, perempuan terlindung dari kekerasan, dan remaja memperoleh edukasi serta akses layanan yang mereka butuhkan.
Pengalaman simulasi nasional PPAM memperlihatkan dengan jelas bahwa jika koordinasi dijalankan dengan baik dan PPAM diterapkan secara konsisten maka ribuan nyawa bisa terselamatkan dari krisis yang tersembunyi di balik kekacauan bencana.
Langkah Sumatera Barat dalam Memperkuat PPAM Kesehatan Reproduksi
Upaya memperkuat kesiapsiagaan layanan kesehatan reproduksi di Sumatera Barat telah berjalan melalui serangkaian agenda yang sistematis. Dimulai dengan diskusi tingkat provinsi bersama Dinas Kesehatan Sumbar dan Yayasan Kerti Praja pada 26 Juni lalu di Hotel Rangkayo Basa, Padang. Pertemuan ini berfokus pada penyusunan dokumen Rencana Kesiapsiagaan Layanan Kesehatan Reproduksi pada situasi krisis kesehatan.
Proses ini kemudian berlanjut ke tahap pembelajaran daring. Peserta mengikuti Pembelajaran Mandiri Online pada 14-17 Agustus, dilanjutkan dengan Workshop Daring pada 19-20 Agustus. Kedua kegiatan ini dirancang untuk menyegarkan pemahaman mengenai kebijakan, komponen, serta mekanisme koordinasi PPAM Kespro.
Rangkaian tersebut mencapai puncaknya dengan Latihan Simulasi (SimEx) PPAM Sub Klaster Kespro pada 26-27 Agustus di Bekasi. Kegiatan yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan bersama Yayasan Kerti Praja dengan dukungan UNFPA ini menghadirkan praktik langsung bagi para peserta. Melalui SimEx, pemangku kepentingan tidak hanya menilai kemampuan teoretis tetapi juga mengidentifikasi tantangan lapangan dalam penanganan kesehatan reproduksi saat krisis.
Sumatera Barat sendiri telah memiliki Surat Keputusan (SK) Sub Klaster Kesehatan Reproduksi, yang menjadi landasan formal bagi penguatan koordinasi di daerah. Keberadaan SK ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam menempatkan kesehatan reproduksi sebagai bagian integral dari respon bencana.
Untuk memperkuat implementasi, telah disusun beberapa rencana tindak lanjut, yaitu:
Rapat Koordinasi Sub Klaster Kespro dengan tim yang tercantum dalam SK, dijadwalkan pada minggu ketiga September.
Focus Group Discussion (FGD) tentang Rencana Kontingensi (Renkon) Sub Klaster Kespro, yang akan dilaksanakan berkoordinasi dengan Klaster Kesehatan.
Uji Rencana Kontingensi melalui berbagai bentuk simulasi seperti Table Top Exercise (TTx), Command Post Exercise (CPx), dan Field Training Exercise (FTx).
Rangkaian agenda ini menegaskan bahwa Sumatera Barat tidak hanya mengikuti alur nasional, tetapi juga mengambil langkah konkret untuk memastikan kesehatan reproduksi benar-benar siap menjadi prioritas dalam penanganan krisis.
Kesimpulan
Dalam setiap bencana, kesehatan reproduksi harus dipandang sebagai prioritas krisis, bukan urusan sekunder. Menutup mata terhadap isu ini berarti membiarkan risiko kematian ibu, bayi, kekerasan seksual, hingga trauma berkepanjangan terus berulang.
Dengan kesiapsiagaan yang lebih baik, koordinasi lintas sektor, serta komitmen kuat pada pelaksanaan PPAM, Indonesia tidak hanya tangguh menghadapi bencana tetapi juga tangguh dalam melindungi martabat dan kehidupan kelompok paling rentan.
Penulis: Affifa Syah Raudhatul Jannah
Kunjungi media sosial JEMARI Sakato lainnya,
Instagram: @jemari.sakato
Facebook: JEMARI Sakato
Linkedin: JEMARI Sakato
Youtube: JEMARI Sakato