NGOPI Siaga Bencana, Forum PRB Sumbar: Kelalaian Manusia Picu Terjadinya Bencana
PADANG,HARIANHALUAN.COM-“Ketika pucuk pimpinan tertinggi menyatakan angkat tangan, lalu kita-kita ini bisa apa..?” pertanyaan pesimis peserta diskusi ini mengemuka saat menyikapi pernyataan pimpinan daerah Provinsi Sumatera Barat bahwa penyebab terjadinya rentetan bencana banjir Bandang dan Longsor di akhir tahun 2019 ini adalah murni faktor alam.
Seperti diketahui beberapa kabupaten kota mengalami kejadian banjir, banjir bandang dan tanah longsor setelah intensitas hujan yang cukup tinggi melanda kabupaten 50 kota, Kota Bukittinggi, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Agam. Diskusi yang diinisiasi oleh JEMARI Sakato Sumatera Barat dan Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB Sumbar) ini dilakukan sebagai catatan akhir tahun FPRB Sumbar sekaligus respon terhadap perkembangan kebijakan terkait kebencanaan di Sumatera Barat.
Diskusi dengan Tajuk “NGOPI – NGObrol Pintar Sumbar Siaga bencana” agenda ini diikuti oleh lebih kurang 35 orang pegiat kebencanaan yang tergabung dalam FPRB Sumbar dan dilaksanakan di kantor JEMARI Sakato di kawasan Gunung Pangilun Padang pada tanggal 27 Desember 2019. Anggota FPRB merupakan gabungan NGO/LSM yang konsen dengan PRB, akademisi/perguruan Tinggi, praktisi, pemerhati dan juga individu-individu di pemerintahan seperti BPBD dan OPD lainnya. Kegiatan difasilitasi oleh Aktifis JEMARI Sakato, Syafrimet Azis.
Kepada Harianhaluan.Com Syafrimet Azis menginformasikan betapa, NGOPI itu asyik, berjalan hangat dan penuh dinamika karena merespon kekecewaan terhadap penanganan dan manajemen kebencanaan di Sumbar.
Menurut peserta faktor prilaku tidak benar manusia berperan sangat besar terhadap kejadian bencana dan ini tidak bisa dianggap remeh. Namun ketika pemerintah menyatakan bahwa alam lah (misalnya hujan) yang menyebabkan bencana, menimbulkan polemik dan diskusi hangat dan perlu dipertanyakan.
Koordinator Forum PRB Sumbar, Khalid Syaifullah menyatakan bahwa FPRB sebagai wadah para pegiat untuk mendorong upaya-upaya PRB pada dasarnya tidak bisa sepenuhnya sepakat dengan hal tersebut.
Hal itu didukung oleh statemen dari Prof Badrul Mustafa, anggota forum yang merupakan akademisi Unand yang menyampaikan bahwa memang ada bencana yang disebabkan oleh alam itu sendiri.
"Misalnya gempa dan tsunami, kita tidak bisa menghindari dan hanya bisa meminimalisir korban. Sedangkan banjir, pada dasarnya bisa dijauhkan dari masyarakat karena banyak faktor non alam yang memicu misalnya drainase yang tidak berfungsi baik, berkurangnya tutupan hutan karena kebutuhan seperti pembuatan jalan dan peruamahan," paparnya.
Yang menjadi persoalan adalah berkurangnya tutupan hutan itu karena disebabkan kepentingan uang atau bisnis. Dan sudah menjadi rahasia umum, inilah yang mendorong kejadian-kejadian longsor dan banjir bandang di beberapa lokasi saat ini. Pakar geofisika ini menegaskan bahwa bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang dan longsor cenderung meningkat disebabkan oleh faktor manusia.
Terkait SK Gubernur no 360-975-2019 tentang Status Siaga Darurat Bencana Banjir, Banjir Bandang dan Longsor di Wilayah Sumbar dalam kajian melalui persektif yang berbeda, Zulfiatno, mantan Kepala Pelaksana BPBD Provinsi menyatakan pada dasarnya sangat terlambat. Ibarat pepatah minang, Cakak abih, silek takana. Mestinya kesiapsiagaan itu sudah di reminder sejak awal. Bahkan dalam proses pemerintahan sudah dilakukan.
"Persoalan utama kita adalah ketika siklus kebijakan terutama mulai dari perencanaan seringkali mengabaikan kesiapsiagaan. Masing-masing OPD bekerja hanya sesuai dengan bidang masing-masing dan cenderung mengedepankan ego sektoral masing-masing," ujarnya.
Ia juga mengingatkan, Lemahnya koordinasi internal pemerintah menyebabkan banyak persoalan-persoalan pemicu bencana tidak terdeteksi dan tertangani dengan benar.
Disisi lain, Firdaus Jamal (Direktur PKBI Sumbar) melihat bahwa ada factor penting yang menyebabkan isu kebencanaan di Sumbar sering menimbukan masalah.
"Sejak awal, nilainya semua komponen-komponen kebencanaan ini tidak pernah serius. Misalnya terkait tutupan hutan Sumatera Barat yang semakin berkurang," ingatnya.
Catatan KKI Warsi akhir tahun 2019 ini, bahwa dari 2,4 juta Hektar tutupan hutan, saat ini telah berkurang drastis menjadi 1,8 juta. Penurunan ini salah satu penyebabnya adalah ulah tangan manusia. Dan ini terjadi bertahun-tahun dan turun temurun.
Sementara itu Uslaini, Direktur Walhi Sumbar memastikan bahwa penambangan illegal menjadi penyebab terjadinya banjir bandang dan longsor.
"Bahkan yang sudah masuk kategori legal pun, seringkali tidak mempertimbangkan hak-hak keselamatan masyarakat," sentil Uslaini.
Maka sangatlah naif, menurut Khalid Syaiful jika pimpinan daerah menyatakan bencana ini disebabkan oleh murni alam, dan tidak ada hubungannya bahwa praktek ilegal mining dan ilegal logging. Salah seorang peserta dari kelompok jurnalis menyatakan bahwa ketidakberdayaan pemerintah menghadapi praktek penebangan hutan dan penambangan liar yang massif lah menjadi pangkal bala semua bencana ini. Pemerintah sepertinya tidak berani dan angkat tangan untuk mengambil tindakan terhadap kekuatan yang berada di belakang bisnis ini. Padahal secara rekam jejak digital menunjukkan betapa pemerintah sebenarnya mengakui adanya ketidakbenaran, namun tidak pernah berani melakukan tindakan.
Peserta NGOPI bareng sepakat, bahwa saat inilah Forum PRB harus bersuara lebih lantang, agar pemerintah lebih serius dan tegas menangani persoalan yang terus menerus. Sepertinya kita tidak pernah mau berfikir maju, karena peristiwa banjir, longsor dan banjir bandang ini sudah terjadi rutin tetapi kita tetap tidak memiliki upaya yang kongkrit menganganinya.
Pimpinan diskusi, Syafrimet Azis mengingatkan, lagu “Pasan Buruang’ yang didendangkan oleh Tiar Ramon sudah dinyanyikan puluhan tahun yang lalu.
"Artinya bahwa persoalan ketidakarifan dalam mengelola alam sudah diingatkan jauh-jauh hari," ingat Syafrimet Azis yang memfasilitasi NGOPI bereng FPRB ini.
Koordinator FPRB, Khalid Syaifullah saat menutup agenda diskusi menyampaikan bahwa FPRB akan mengeluarkan catatan akhir tahun sebagai bagian dari upaya advokasi dan mendorong upaya PRB dan penegakan Hukum bisa dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah.
"Untuk FPRB akan segera melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait terutama Pemerintah Daerah dan DPRD agar semua lebih serius menyelesaikannya," pungkasnya. (db/rl)
https://www.harianhaluan.com/news/detail/83338/ngopi-siaga-bencana-forum-prb-sumbar-kelalaian-manusia-picu-terjadinya-bencana