jemarisakato.org, Padang - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Barat telah menyelenggarakan rapat penting yang bertujuan untuk menyamakan persepsi dan memaksimalkan potensi sumber daya manusia dalam penanggulangan bencana di Sumatera Barat. Pertemuan ini juga menjadi ajang silaturahmi dengan Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Sumatera Barat yang baru, Dr. Ir. Era Sukma Munaf, S.T., M.M., M.T., yang telah dilantik pada tanggal 23 Agustus 2025.
Rapat tersebut dilaksanakan pada Selasa, 16 September 2025, dimulai pukul 09.00 WIB bertempat di Ruang Rapat lantai 3 BPBD Provinsi Sumatera Barat. Acara ini dihadiri oleh anggota Pool of Facilitator (PoF) BPBD Provinsi Sumatera Barat dan Pengurus Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Sumatera Barat, serta berbagai pihak terkait lainnya.

Dalam diskusi yang berlangsung, salah satu isu krusial yang diangkat adalah terkait internalisasi dokumen penanggulangan bencana. Disampaikan bahwa banyak dokumen penting, seperti Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) yang berjangka waktu lima tahun dan Rencana Kontingensi (Renkon) yang berjangka waktu tiga tahun, meskipun telah disusun dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, namun seringkali tidak menjadi pedoman dan referensi utama dalam pelaksanaan kegiatan. Hal ini diakibatkan oleh proses rotasi dan mutasi yang sering terjadi di organisasi pemerintah, serta lemahnya proses internalisasi dokumen per tahun. Untuk mengatasi hal ini, diusulkan agar proses internalisasi dokumen RPB dilakukan minimal setahun sekali dan Renkon setiap enam bulan sekali, dengan fasilitasi dari BPBD, guna memastikan pembaruan data sumber daya dan rencana aksi yang sesuai dengan kondisi terkini.
Koordinasi dan komunikasi antar lembaga juga menjadi perhatian utama. Terungkap adanya kelemahan dalam pelaporan kepada pimpinan dan kurangnya komunikasi antara BPBD provinsi dengan kabupaten/kota. Untuk memperbaiki kondisi ini, diusulkan penyelenggaraan agenda " Coffee Morning " secara rutin, baik bulanan maupun dua bulanan, yang dapat digilir di berbagai dinas/instansi terkait. Pertemuan informal ini diharapkan dapat membangun hubungan interpersonal yang kuat dan memperkuat koordinasi.
Beberapa inisiatif dan tantangan kesiapsiagaan bencana lainnya yang dibahas meliputi:
Sistem Peringatan Dini (Early Warning System/EWS): Provinsi memiliki total 37 unit EWS yang aktif, namun beberapa mengalami kendala sinyal atau suara yang terhalang gedung/bangunan. Diusulkan pembaruan menara EWS yang lebih tinggi atau pemasangan EWS oleh pemilik gedung-gedung tinggi, dengan pemeliharaan melalui program CSR.
Logistik dan Gudang Bencana: Gudang logistik provinsi saat ini masih menumpang di gudang BNPB. Ada rencana untuk memindahkan Kantor BPBD ke Banda Buek agar satu atap dengan Pusdalops PB, serta mengembangkan gudang logistik menjadi balai besar logistik Sumatera.
Apel Siaga Banjir dan Longsor (Bansor): Mengantisipasi prediksi iklim ekstrem, apel siaga banjir dan longsor akan dilaksanakan pada bulan Oktober. Gubernur Sumatera Barat telah menetapkan status darurat bansor. Rencana selanjutnya adalah menggelar simulasi CPx dan FTx yang akan melibatkan tujuh kabupaten/kota, dengan harapan mendapatkan dukungan dari BNPB.
Simulasi Tsunami di Kota Padang: Rencana besar simulasi tsunami oleh Kota Padang pada 5 November, yang diperkirakan akan melibatkan lebih dari 200.000 orang dan ahli dunia, turut menjadi sorotan. Muncul kekhawatiran terkait kurangnya koordinasi yang intensif dengan BPBD Provinsi, padahal keterlibatan provinsi sangat penting untuk menguji peralatan dan kesiapan secara keseluruhan.
Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB): Meskipun sekretariat SPAB telah dipindahkan ke Dinas Pendidikan sesuai amanat Permendikbud, kurangnya koordinasi dan pemahaman dari Dinas Pendidikan menjadi kendala. BPBD Provinsi diharapkan dapat memberikan pendampingan dan pembinaan agar pelaksanaan SPAB dapat berjalan optimal.
Keterlibatan Pramuka: Potensi besar Pramuka dalam mitigasi dan penanganan bencana sangat diapresiasi karena mereka memiliki mental yang kuat dan solidaritas yang tinggi. Diusulkan agar mereka dapat dilibatkan dalam sesi latihan penanganan bencana.
Dalam upaya peningkatan kapasitas dan kolaborasi, PoF dan FPRB diharapkan terus bersinergi dengan BPBD Provinsi. Diskusi juga membahas tentang pentingnya pelatihan dasar bencana, khususnya bagi anggota non-ASN, dengan mengusulkan kepada Pusdiklat BNPB untuk menyediakan kuota bagi fasilitator dan non-ASN, serta kursus penyegaran terkait perubahan sistematika dokumen bencana. Organisasi non-pemerintah seperti JEMARI Sakato juga melaporkan kegiatan penguatan kapasitas masyarakat dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan Adaptasi Perubahan Iklim (API) di Mentawai, yang didukung oleh pemerintah Jerman dan NGO Internasional Arbeiter-Samariter-Bund (ASB).

Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Sumatera Barat, Dr. Era Sukma Munaf, menegaskan komitmen untuk terus membangun sumber daya dan memperhatikan dukungan dana, mengingat respon positif dari BNPB. Beliau berharap bahwa dengan semangat kebersamaan "dek basamo mako manjadi", penanggulangan bencana di Sumatera Barat dapat menjadi lebih tangguh, terkoordinasi, dan responsif demi keselamatan masyarakat.
Penulis: Affifa Syah Raudhatul Jannah
Kunjungi media sosial JEMARI Sakato lainnya,
Instagram: @jemari.sakato
Facebook: JEMARI Sakato
Linkedin: JEMARI Sakato
Youtube: JEMARI Sakato