Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki empat pulau besar yaitu Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan serta ratusan pulau kecil lainnya. Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat beresiko mengalami ancaman bencana gempa bumi dan tsunami di Indonesia. LIPI (2012) mencatat kejadian gempa besar di Mentawai diantaranya terjadi pada tahun 1935 di Pulau Siberut dan Pulau Nias (7,7 SR), tahun 2007 di antara Pulau Sipora dan Pulau Painan (7,7 SR), dan tahun 2010 di Pagai Selatan (7,7 SR). Namun masih ada potensi gempa berkekuatan sekitar 8,8 SR di bagian bawah Pulau Siberut, Sipora, dan Pagai Utara, dan gempa bumi ini akan mengancam Mentawai, Kota Padang, dan Bengkulu (Chlieh, Avouac, Sieh, Natawidjaja, & Galetzka, 2008). Hal ini disebabkan jalur Megathrust Sumatra atau biasa dikenal dengan kawasan Mentawai Megathrust, yang merupakan pertemuan antara lempeng Indo-Austaralia dan lempeng Eurasia. Kawasan ini memiliki tingkat seismisitas yang tinggi dan terlihat dengan terjadinya gempa bumi besar dan berulang dalam periode ratusan tahun, dan saat ini Mentawai memasuki siklus 200 tahunan terjadinya gempa bumi besar. Selain itu resiko lainnya yang juga ada adalah perubahan iklim, sebagai wilayah kepulauan pulau Mentawai beresiko lebih tinggi terdampak dari perubahan iklim.
Perubahan iklim dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi pertanian dan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah satu indikator yang sangat berpengaruh yaitu suhu dan curah hujan dan ini akan berdampak kepada pertanian seperti proses tumbuh dan produktifitas tanaman. Pada sektor pertanian sebanyak 86,53% penduduk kabupaten Mentawai beraktifitas di sektor ini, angka yang menunjukkan sumber perekonomian didominasi dari lahan-lahan pertanian basah maupun kering. Pembangunan sektor pertanian dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya alam, tenaga dan teknologi pertanian yang masih konvensional. Akomodasi pertanian penduduk Kabupaten Mentawai, seperti Padi, Jagung, Kedelai, Kacang tanah, Kacang hijau, Ubi kayu, Ubi jalar. Dari total 10 (sepuluh) kecamatan yang ada di Kabupaten Kepulauan Mentawai, jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Sipora Utara dengan jumlah penduduk tercatat sekitar 12.056 jiwa atau 14,13 % dari total jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Menanggapi hal tersebut, Yayasan Field yang bekerja sama dengan JEMARI Sakato menginisiasi melakukan penguatan pengembangan usaha mikro kecil yang tangguh terhadap bencana. Hal ini mengingat potensi bencana yang sewaktu-waktu dapat mengancam keselamatan serta usaha masyarakat di Kabupaten Mentawai termasuk di Sipora Jaya. Program pengembangan usaha mikro kecil tangguh ini dilakukan pada 4 desa yang secara program didampingi diantaranya desa Sipora Jaya, Saureinu, goisoinan dan Sioban. Dalam kenyataan di lapangan masing masing desa memiliki potensi alam yang relatif sama, kondisi alam dan sumber daya yang tersedia tersebar di ke empat desa. Namun yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana cara mengelola, membudidayakan komoditas potensial, mengolah dan kemudian memasarkan hasil olahan ini sehingganya menjadi titik tumpu agar ketangguhan ekonomi membentuk tatanan penopang keberlanjutan usaha ketika terjadi bencana.
Pada 8-10 Desember 2022 lalu JEMARI Sakato bersama dengan Yayasan Field melakukan kegiatan Workshop Pengembangan mata pencaharian berkelanjutan di 4 Desa yaitu Sipora, Goiso Oinan, Sioban, dan Saureinu. Kegiatan ini dilakukan di Aula pertemuan masyarakat Goiso Oinan. Ada 24 pelaku usaha mikro yang juga merupakan bagian dari kelompok Sekolah Lapang yang sebelumnya sudah didampingi oleh Yayasan Field dalam pengembangan usaha berkelanjutan.
Dalam kegiatan ini JEMARI Sakato mencoba mendorong masyarakat untuk menjadikan usaha pertanian mereka dapat berkelanjutan. Tidak hanya itu, sebagai masyarakat yang hidup di daerah rawan bencana makan pada kesempatan itu masyarakat juga didampingi dalam mengenali potensi, tantangan dan ancaman yang terdapat pada masing-masing desa serta dampak yang berkemungkinan terjadi pada unit usaha masyarakat. Selain itu masyarakat juga diinisiasi untuk mempersiapkan RAK (Rencana Aksi Komunitas) dan BCP (Business Continue Plan) atau Rencana Keberlanjutan Usaha guna untuk mempersiapkan kesiapsiagaan masyarakat dari sisi kebencanaan dan memperkuat usaha atau UMKM mereka tangguh terhadap bencana. Hal ini dimaksudkan agar pada kondisi pra, saat dan pasca bencana masyarakat tetap tangguh terutama dalam keberlanjutan mata pencaharian masyarakat setelah terjadinya bencana. Beberapa masyarakat sudah menerapkan praktek baik dengan adanya SL atau Sekolah Lapang yang di inisiasi oleh Field pada masing-masing Desa yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan adanya lahan belajar. Hasil lahan belajar dipergunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan yang diharapkan juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dengan adanya lumbung pangan pada lahan belajar tersebut. Dengan adanya pengurangan pengeluaran masyarakat otomatis uang yang seharusnya dibelanjakan untuk sayur dapat dipergunakan untuk hal lain. Sebagai lembaga yang fokus pada pemberdayaan, Kesiapsiagan dan ketangguhanlah yang nanti diharapkan dari pendampingan masyarakat di mentawai sumatera barat tak lain untuk masyarakat lebih baik.
Penulis: Anggun Mustika Yanti